Minggu, 06 September 2015

Rawon Rampal

Sejak pertama didirikan Mbah Syari’ah (alm) pada 1957 hingga kini dipegang oleh cucunya Ninik Wahyuni, Rawon Rampal dimasak pakai tungku berbahan bakar arang. Inilah yang membuat aroma rawon ini jauh lebih sedap. Urusan resep rawon, Ninik pun tak berani mengubah sedikit pun.  
Berkat konsisten dengan mempertahankan proses memasak cara jadul (jaman dulu), bisnis kuliner ini tak pernah mengalami fase susah selama 56 tahun silam. Dulu, almarhum Mbah Syari’ah jualan nasi rawon pada 1957 langsung laris. Lalu, usahanya diteruskan anaknya bernama Suprihatin. Dan saat ini, dilanjutkan oleh anak Suprihatin, Ninik Wahyuni. ”Saat ini, ibu tetap bantu-bantu di dapur,” ujar Ninik Wahyuni, 37, generasi ketiga penerus depot rawon yang berlokasi di Jalan Panglima Sudirman (daerah Rampal), Kota Malang, belum lama ini.
”Sejak pertama buka hingga sekarang masaknya menggunakan tungku dan arang. Sehingga, rasa dan aromanya berbeda. Ada bau asap yang khas yang bisa membikin rawon ini makin sedap. Ya, berbeda memang jika dimasak dengan kompor elpiji,” jelas Ninik.
Ninik mengatakan, pada tahun 50-an memang mayoritas penjual makanan di Malang masih menggunakan arang. Tapi sekarang, bisa dihitung dengan jari tempat kuliner yang mempertahankan proses memasak seperti itu. Hanya saja Ninik paham betul kalau memasak dengan tungku membuat hasil masakan lebih gurih dan sedap. ”Kami berusaha konsisten mempertahankan semua yang dilakukan nenek dulu, biar nggak ada yang berubah,” beber wanita berjilbab ini.
kuliner rawon rampal
Ninik menyadari kalau semua orang bisa dengan mudah memasak rawon. Namun, tidak semuanya mau menggunakan tungku dan arang. Sebab, itu akan menjadikan memasak lebih ribet. Selain lebih lama, asap dari arang juga lebih banyak ketimbang masak dengan minyak tanah atau gas elpiji. ”Karena kami sudah lama masak pakai tungku, ya sekarang sudah terbiasa,” tegas ibu dua anak ini.
Selain proses memasak, masih ada ciri khas Rawon Rampal lain. Penampilan rawon di tempat ini lebih pekat tanpa lemak. Hanya ada kuah dan daging sapi dengan potongan cukup tebal tapi empuk. ”Satu panci kami campurkan dengan satu kilogram bumbu. Itu sudah hitungan yang pas sejak dulu, kami nggak berani mengubahnya sama sekali,” terang Ninik. Itu rahasia yang menjadikan kuah tersebut lebih pekat. Bumbu yang dimaksud adalah campuran keluak, kunyit, bawang putih, bawang merah, jahe, serai, lengkuas, dan jeruk purut.
Di depot ini, Ninik melayani pelanggan sejak pukul 07.00. Biasanya pukul 14.00 sudah habis. Dalam sehari dia menyediakan tiga panci besar rawon dan tiga panci besar soto daging. Karena selain rawon, soto daging juga jadi menu andalan. Semuanya dimasak dengan tungku, tetapi untuk menghangatkan, tetap menggunakan kompor dengan api kecil.
Begitu banyaknya pembeli yang datang ke warung tersebut. Tiap harinya Ninik harus berbelanja 10 kilogram daging sapi untuk rawon dan soto, ditambah 30 kilogram babat krawis serta 15 kilogram empal sebagai lauk tambahannya. Untuk menikmati rawon di tempat ini, satu porsinya Rp 25 ribu. Yang jelas, kenikmatannya memang sepadan dengan harganya.
Kalau bangunan depot, kata Ninik, sekarang memang sudah dibangun lebih bagus. Karena dulunya masih gedhek (anyaman bambu). Agar pengunjung lebih nyaman dan bisa menikmati makan ketika melihat warung yang bersih.
Dari depan, tempat kuliner ini sekilas seperti penginapan. Karena banyak mobil pembeli yang parkir di depannya hingga hampir menutupi depot. Tapi bagi yang sudah pernah mampir menikmati kuliner di sini, semua itu dinilai wajar karena rasa rawonnya bikin kangen.
”Alhamdulillah banyak pejabat yang berkunjung, bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan rombongannya. Kalau zamannya orde baru, yang sering mampir Pak Rudini, Moerdiono, Harmoko, dan masih banyak lagi,” kata Ninik bangga.
Selain para pejabat, sebenarnya banyak juga kalangan artis yang mampir. Di antaranya Ari Lasso, Nicky Tirta, dan yang paling sering adalah pakar kuliner Bondan Winarno. ”Kalau Pak Bondan, meski nggak syuting acara kuliner, kalau ke Malang ya mampir makan di sini,” ujar Ninik.

rate 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar