Minggu, 06 September 2015

Depot Lumpia Semarang dan Cwi Mie Hok Lay Jl KH Ahmad Dahlan, Kota Malang

Jajanan khas China lumpia dan cwi mie ini sudah ada di Kota Malang sejak tahun 1946 hingga saat ini. Saat ini, usaha warisan turun-temurun ini dikelola Budiman Suryawidjaja, anak sulung dari (alm) Goentarom, sang ayah yang juga generasi kedua warung ini. 
Sejak mengelola bisnis warisan orang tua sekaligus kakeknya, Budiman Suryawidjaja tetap berkomitmen untuk tetap mempertahankan usaha kuliner yang telah dirintis oleh kakeknya ini. Tak tanggung-tanggung, Budiman bahkan memutuskan untuk pensiun dini pada empat tahun yang lalu, tepatnya di usianya yang ke-50. Waktu itu, dia menjabat sebagai manager operasional di salah satu perusahaan multinasional.
Padahal untuk pensiun dalam sebuah perusahaan, usia idealnya adalah 55 tahun. ”Karena saya memang ingin benar-benar konsentrasi dalam mengembangkan dan mempertahankan usaha kuliner ini,” terang dia saat ditemui di depotnya, belum lama ini.
kuliner lumpia dan cwi mie ahmad dahlan
Sebenarnya, kata Budiman, sang ayah Goentarom memiliki empat anak lainnya dan Budiman sebagai anak pertama. Ketiga adiknya tinggal di luar kota. Akhirnya ketika Goentarom meninggal, dia didapuk untuk meneruskan usaha kuliner ini. Alasannya, ketiga adiknya berdomisili di luar kota, meneruskan estafet usaha keluarga ini menjadi salah satu amanat dari ayahnya. ”Saya bertanggung jawab akan kelangsungan usaha yang dimulai dari nol ini. Bahkan, khawatir kuliner keluarga ini jika harus terhenti karena tidak ada yang meneruskan,” tuturnya.
Hingga saat ini, Budiman tetap dibantu ibundanya Elina Permata dalam mengelola dan mengembangkan depot lunpia dan cwi mie ini. Lewat tangan sang ibunda, Budiman berupaya mempertahankan resep lawas warisan kakek Tio Hoo Poo. Yakni, tetap menggunakan bahan ayam untuk isiannya. Setiap hari dia dan ibunya harus turun tangan dan sibuk berkutat di dapur. Tujuannya, agar masakan yang akan disajikan sesuai dengan pakem dari Hok Lay.
Rasanya tetap sama tidak berbeda dari kakeknya hingga sampai ke tangannya. ”Bukannya tidak percaya dengan karyawan. Namun, saya ingin memastikan bahwa aneka sajian kami taste-nya masih orisinal,” tegasnya.
Karena kesibukannya di dapur dan proses memasak yang tidak bisa lepas dari pantauannya dan sang ibu ini, membuat Budiman tidak bisa membuka cabang Hok Lay di daerah lain, baik di dalam kota atau di luar Kota Malang. Padahal, tawaran untuk kerja sama membuka gerai ini selalu datang. ”Kalau dipaksakan membuka cabang, saya takut nanti kualitas rasanya tidak sama. Jadi, lebih baik satu gerai saja, tapi kualitas rasa tetap terjaga,” tegasnya.
Penggemar lumpia dan cwi mie ini banyak yang sudah masuk usia lansia. Bahkan tidak jarang, pelanggan kakeknya ini datang dengan membawa anak cucu mereka untuk turut merasakan kelezatan lumpia dan cwi mie sekaligus bernostalgia. Ada cerita menarik mengenai pelanggan dari depot ini.
Budiman berkisah, banyak dari pelanggannya yang awalnya datang hanya sebagai sepasang muda-mudi yang sedang melakukan penjajakan cinta alias PDKT (pendekatan). Kemudian sering datang berdua ke tempat ini hingga mereka berdua pacaran, menikah hingga mempunyai anak bahkan bercucu.
Menurut Budiman, kejadian itu tidak hanya sekali satu dua kali, tapi juga bisa dikatakan sering sehingga tidak jarang banyak pasangan yang ingin bernostalgia kisah cintanya dengan mendatangi tempat ini. ”Memang biasanya pasangan yang datang ke Hok Lay ujung-ujungnya menikah,” terang Budiman.
Pelanggan yang dimiliki oleh Depot Lunpia Semarang dan Cwi Mie Hok Lay ini tidak terhitung, jumlahnya mencapai ribuan. Pelanggannya juga beraneka ragam. Mulai dari kalangan menteri era zaman Presiden Soeharto, artis-artis papan atas, hingga pakar kuliner gaek, William Wongso dan bule-bule dari luar negeri hingga keluarga pahlawan nasional, Bung Tomo. Namun, selalu ada cerita menarik di balik pelanggannya yang beraneka ragam. 
rate bintang 3,8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar